Jumat, 22 Mei 2009

Makna Ceritra Kabayan....

Paralun ka baraya sadayana sanes bade ngajarkeun ngojay ka meri….

Ada Salah satu cerita kabayan yang menceritakan kabayan mencari tutut ( Keong ), didalam cerita itu diceritakan….

Pada suatu hari kabayan disuruh bapak mertuanya untuk mencari tutut disawah…
Dengan semangat kabayan kemudian berangkat kesawah untuk mencari tutut…

Pagi berganti siang…siang berganti sore….kabayan masih belum pulang jua…

“ Kamana si kabayan…lila-lila teuing milarian tutut teh…( Kemana si kabayan…lama sekali mencari tututnya…) “ kata si bapak mertua ke istrinya.

“ Disusul we atuh abah, bisi ku maha onam…” (disusul aja deh abah, takut kenapa-napa…kata istrinya…

“ Heu euh atuh, ku abah rek disusul ka sawah…( iya deh sama abah mau disusul ke sawah…”

Bapak mertua kabayanpun berangkat ke sawah untuk mencari kabayan…

Di kejauhan nampak kabayan sedang jongkok di pematang sawah sambil terkantuk-kantuk…

“ Kabayan…” seru bapak mertuanya

“ Keur naon maneh teh…enggeus ngala tutut teh…lila-lila teuing… ( Kamu lagi ngapain…sudah mencari tututnya…lama sekali…)

“ Kapan, nuju abah…ngan ngala tututna hese pisan…( Kan lagi nyari abah…tapi mendapatkan tututnya susah sekali…)

“ Naha make hese sagala…ai maneh ngalana kumaha…( kenapa mesti susah…memangnya ngedapetin tututnya bagaimana…)

“ Ku iyeu abah…( dengan ini abah…) kabayan memperlihatkan pancingan ke abahnya…”

“ Ai maneh kabayan…( kamu ini kabayan…) Bapak mertua kabayan menghela napas dengan kesal…


Dari ceritra ini coba kita mengambil hikmah yang tersirat dari yang tersurat…

Tutut : Dapat diupamakan sebagai tujuan…apakah itu tujuan hidup atau tujuan apapun.
Sawah : Adalah tempat dimana tujuan tersebut berada
Ke Sawah & Pancingan : Adalah cara, alat yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut.

Untuk bisa mencapai atau mendapatkan tujuan tersebut di perlukan elmu panemu, jampe pamake (Pengetahuan). Dari pengetahuan itu kita jadi tahu tentang Apa dan Untuk Apa (ontologis), Kenapa (epistemologis), Dimana dan Bagaimana (aksiologis).

Dalam ceritra ini kabayan sudah tahu tentang Apa tutut itu..?, dan Untuk Apa tutut itu…?. Kabayan juga sudah tahu Kenapa harus tutut dan Dimana tutut itu berada. Yang dia tidak tahu adalah Bagaimana mendapatkan tutut itu. Sehingga sampai kapanpun kabayan tidak akan pernah mendapatkan tutut.

Pengimplementasiannya di kehidupan nyata…? Mau jadi dokter…der masuk ke fakultas ekonomi.

Kabayan kalau yang saya tahu adalah jabatan untuk pesuruh desa untuk menyampaikan berita, karena pekerjaannya ini maka tidak diperlukan orang yang pintar untuk melakukan pekerjaan itu, orang bodohpun mampu melakukan pekerjaan kabayan. Oleh karena itu kabayan diidentikan dengan sosok yang bodoh.

Ketika kita melihat cerita kabayan yang penuh makna untuk bekal hidup dan kehidupan tidaklah mungkin sosok yang bodoh, dia pasti masagi dalam elmu panemu-jampe pamake
tapi dia menyebut dirinya kabayan (sosok yang bodoh).

Kalau menurut sunan gunung jati menganalogikan sebagai tokoh Semar, semar diceritakan lebih sakti dari Sang Hyang Tohpati Jagadnata tapi menjadi kawula (punakawan) Pandawa. Tokoh Semar ini mencirikan Nyumputkeun Buni Di Nu Caang / Handap Asor. Padahal tokoh semar didalam ceritra Ramayana dan Mahabarata tidak pernah ada. Hal ini adalah ajaran yang disampaikan melalui budaya.

Kalau menurut ageman ajaran karuhun “Tata, Titi, Duduga Lan Peryoga”, karuhun menganalogikan Peryoga atau Munding. Munding walaupun badannya besar dan tenaganya kuat tapi menurut saja ke budak angon. Padahal kalau diadu jaten dengan budak angon tentu budak angon bakal kalah. Munding disini mencirikan sikap Handap Asor.

Jadi jati diri ning urang sunda nyaeta, masagi dina elmu panemu-jampe pamake ngan tetep handap asor.

Waspada… dengan pembalikan makna yang memang bertujuan menghancurkan jati diri bangsa kita untuk kepentingan mereka.

Carincing pageuh kancing, saringset pageuh iket.
Nanjeurkeun tatanan silih asah, silih asuh, silih asih, silih wawangi.
Mugya Pasundan Wangi Deui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar